Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Senin, 26 April 2021 | 13:35 WIB
Salah satu titik lokasi di Galang Batang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang akan dibebaskan PLN untuk pembangunan PLTU (Nikolas Panama)

Berdasarkan penelusuran di lapangan, motif penerbitan 34 SKPT yang diduga dibuat dengan menggunakan tanggal mundur itu, ada kaitannya dengan rencana PT. PLN Persero membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) kapasitas 2 x 100 MW di daerah tersebut.

Belakangan, setelah Unit Induk Pembangunan Pembangkit Sumatera yang berkantor di Medan melakukan studi kelayakan pembangunan PLTU kapasitas 2 x 100 MW dan Gubernur Kepri melakukan penetapan lokasi, barulah muncul masalah baru.

Lokasi yang semula diklaim oleh Dahlan dan kawan-kawan sebagai miliknya berdasarkan bukti kepemilikan 34 SKT tahun 2004 tersebut, dimentahkan oleh pemilik PT Libra, Laurence M. Takke dengan menunjukkan bukti kepemilikan sertipikat hak milik terbitan tahun 1996.

Awalnya, Laurence tak keberatan tanahnya ditetapkan sebagai lokasi pembangunan PLTU 2 x 100 MW demi kepentingan masyarakat dan negara. Namun, Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan yang ditunjuk sebagai pelaksana pengadaan tanah, sampai sekarang belum berhasil menyelesaikan permasalahan klaim kepemilikan atas tanah tersebut.

Baca Juga: Hore! April-Juni 2021 Masih Ada Diskon Listrik, Begini Ketentuannya

“Akhirnya, akibat ulah mafia tanah ini, masyarakat dan negara yang dirugikan. Bayangkan, berapa banyak kerugian negara yang ditimbulkan. Mulai dari biaya studi kelayakan, pengukuran, pemasangan patok dan biaya panitia pengadaan tanah. Ini harus diusut tuntas,” tegas Ady.

Terkait permasalahan sengketa lahan tersebut, Heri Wahyu menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menandatangani surat tanah (SKPT) tersebut.

"Saya tidak pernah menandatangi 34 SKPT tersebut," tegasnya.

Di atas lahan yang sama, ada sejumlah warga dari pihak keluarga perusahaan tertentu yang pernah mengelola lahan itu juga memiliki surat tanah. Pihak perusahaan ini juga pernah melaporkan G, seorang warga, yang belakangan ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penyerobotan lahan di lokasi yang akan dibangun PLTU tersebut.

Berdasarkan data, Am, tahun 2018 sudah tidak lagi menjabat sebagai Kepala Desa Gunung Kijang, namun dirinya diminta untuk mendatangani sejumlah SKPT. SKPT itu tertulis tahun 2004, namun ditandatangi tahun 2017. [Antara]

Baca Juga: Jumlah Penumpang di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang Merosot Tajam

Load More