SuaraBatam.id - Orang dekat Presiden Jokowi disebut-sebut dalam sidang dengan terdakwa eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2020).
Dia adalah Menteri Sekretariat Kabinet Pramono Anung. Nama lainnya adalah Marzuki Ali.
Fakta sidang itu terungkap, dalam kesaksian Komisaris PT. Multitrans Logistic Indonesia Hengky Soenjoto. Hengky adalah kakak kandung Heindra Soenjoto yang menyuap Nurhadi dan Rezky.
Awalnya, Jaksa KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Hengky ketika kasus ini masih dalam penyidikan dilembaga antirasuah. Dimana, dalam BAP Hengky bahwa adik kandungnya itu pernah memiliki kedekatan dengan Marzuki Alie.
Baca Juga: Minta Bayaran Tunai Ratusan Juta, Mantu Nurhadi Bisa Bantu Kasus di Polisi
Kedekatan itu, setelah Hiendra pernah berperkara kasus di Polda Metro terkait perusahaannya PT. Multicon Indra Jaya Terminal (MIT) dengan Azhar Umar selaku Direktur Keuangan PT MIT.
Dalam BAP itu, Hiendra meminta tolong kepada kakaknya agar Marzuki Alie dan Pramono Anung membantu Hiendra tak dilakukan penahanan di Polda Metro.
"Awalnya antara Hiendra soenyoto dan Marzuki Ali sangat dekat, tapi setelah Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar saya pernah dimintai tolong oleh Hiendra agar disampaikan ke Marzuki Ali agar disampaikan ke Parmono Anung menteri sekretaris negara saat itu agar penahanan Hiendra ditangguhkan," ucap Jaksa dalam membacakan BAP milik Hengky
"Hal itu disampaikan di kantor Hiendra di daerah Halim komplek pergudangan saat pertemuan pertama dengan marzuki ali namun pada saat itu Hiendra tidak bisa keluar tahanan juga," Jaksa melanjutkan
Masih dalam BAP milik Hengky, ia masih diperintah oleh adiknya itu untuk menawarkan cesie atau surat pembayaran utang dari UOB sebesar Rp 110 miliar.
Baca Juga: Bantahan Nurhadi Didakwa Terima Suap: Punya Usaha Walet Sejak 1981
Lantas, Hengky pun disuruh meminta bantuan pembayaran utang itu kepada Marzuki Ali.
"Imbalan nanti Marzuki Ali masuk menggantikan Azhar Umar menjadi komisari PT MIT," kata Jaksa kembali membaca BAP
Namun, Marzuki Ali ternyata tak memiliki uang sebanyak itu. Sehingga, Hengky menawarkan opsi lain yang diperintahkan Hiendra.
"Opsi lain ke Marzuki Ali yaitu meminta marzuki ali untuk pinjam uang sekitar 6 sampai 7 miliar yang akan digunakan untuk mengurus perkaranya Hiendra Soenjoto dengan imbalan akan dihitung sebagai penyertaan modal atau saham di PT MIT," ucap Jaksa
Ketika ditanyakan Jaksa KPK kepada Hengky, ia pun membenarkan isi seluruh BAP miliknya itu.
"Iya betul pak," jawab Hengky
Jaksa pun kembali mencecar Hengky dalam isi BAP-nya itu. Alasan Hiendra perintahkan dirinya untuk mengurus perkara antara UOB dan MIT dengan meminjam uang kepada Marzuki Ali.
"Hiendra janji itulah yang kemudian membuat Marzuki mau mengeluarkan uang jadi akhirnya memang ditransfer dibayar Marzuki dengan iming-iming bisa menyelesaikan perkara sampai menang," tutup Hengky
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap sebesar Rp 45,7 miliar dari Dirut PT MIT, Hiendra. Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).
Adapun gugatan terkait perjanjian sewa menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 m2 dan seluas 26.800 m2 yang tertetak di wilayah KBN Marunda kavling 03-43 Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang sejumlah Rp45,7 miliar dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT MIT," kata Jaksa Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/10).
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000.00. Uang gratifikasi itu, diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Nurhadi dan Riezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Berita Terkait
-
PDIP Sebut Para Mantan Gubernur Jakarta Siap Bantu Tim Transisi Pramono-Rano, Nama Jokowi Tak Disebut
-
Seru! Pramono Anung dan Pj Gubernur DKI Adu Tawar Lelang Bandeng Jumbo di Festival Rawa Belong
-
Pramono-Rano dan Para Mantan Gubernur Kumpul di Festival Bandeng, Anies-Ahok Absen
-
Pramo-Rano Dilantik 6 Februari, Rumah Dinas Gubernur-Wagub Jakarta Belum Siap Huni
-
Tim Transisi Bahas Anggaran Bareng Pemprov DKI, Apa Gebrakan 100 Hari Kerja Pramono-Rano?
Terpopuler
- Setelah Nathan Tjoe-A-On, Giliran Shayne Pattynama Menghilang
- Tiba di Indonesia, Mantan Striker Sampdoria Jadi Asisten Patrick Kluivert?
- Tak Pernah Flexing Kekayaan, Seperti Apa Rumah Nurhayati Subakat?
- Detik-Detik Skincare Maia Estianty Kena Review Pakai Hasil Uji Lab, Doktif: Nggak Approve Tapi...
- Meninggal Dunia, Indra Bekti Ungkap Kenangan Manis Bersama Ibu Sambung
Pilihan
-
Banjir Belum Surut, Buaya Berkeliaran, Warga Desa Santan Tengah Terjebak Tanpa Bantuan
-
Sritex: Hidup Segan Karena Utang, Going Concern pun Suram!
-
Tol Layang Balikpapan-IKN Segera Dibangun, Target Rampung 2027
-
Peluang Keberlanjutan Usaha, Ini Langkah Manajemen PT Sritex
-
Pemkot Samarinda Akui Penanganan Banjir Belum Tuntas, Apa Kendalanya?
Terkini
-
Waspada Buaya Lepas! Wisata Pantai Batam Diimbau Tingkatkan Keamanan Saat Liburan
-
Inilah 5 Perbedaan Samsung Galaxy A55 5G dengan Samsung Galaxy A35 5G
-
Longsor di Batam, 13 Orang Dievakuasi, 4 Masih Dicari
-
Konsultan Keamanan Siber: Tak Ada Serangan Siber Ransomware pada Sistem Perbankan BRI
-
Membongkar Hoax Ransomware yang Dikaitkan dengan BRI