Scroll untuk membaca artikel
Husna Rahmayunita
Jum'at, 14 Agustus 2020 | 08:55 WIB
Ilustrasi uang (shutterstock)

SuaraBatam.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 63 kepala sekolah menengah pertama negeri se-kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

Pemeriksaan ini merupakan buntut atas kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) hingga mengakibatkan 63 kepsek mengajukan pengunduran diri.

Sebanyak 63 kepsek diperiksa secara maraton sejak Selasa (11/8) hingga Jumat (14/8).

Dikutip dari Riauonline.com--jaringan Suara.com, dalam pemeriksaan tersebut, penyidik lembaga antirasuah turut menyita barang bukti berupa handphone milik dua kepsek yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pemeras.

Baca Juga: Prostitusi Online di Pontianak Terbongkar, 5 Pelaku Anak di Bawah Umur

"Ada dua unit handphone (hp) sudah di-kloning oleh KPK. Keduanya milik RS dan ES ketua PGRI Inhu," ujar Kuasa Hukum 63 Kepala SMPN se-Inhu, Taufik Tanjung.

Tak hanya ponsel, KPK juga mengamankan dua tas yang digunakan saat penyerahan uang puluhan juta kepada oknum jaksa pemeras.

"Selain tas digunakan bawa uang (pemerasan) untuk diserahkan ke jaksa, KPK juga menyita foto uang setoran sebagai barang bukti," jelas Taufik.

KPK telah meminta keterangan kepada 40 kepsek hingga Kamis (13/8).

Untuk diketahui, dugaan pemerasan oknum jaksa terhadap 63 kepsek di Inhu belakangan menjadi buah bibir.

Baca Juga: Beda Data, KPU Belitung Timur Tak Temukan Warga di Dusun Pulau Sekunyit

Dikutip dari Antara, kasus tersebut berawal dari adanya salah satu LSM yang membuat laporan ke Kejari Inhu mengenai pengunduran diri 63 kepsek SMP.

Mereka mengundurkan diri karena mengaku tertekan dalam pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Namun jaksa yang menangani laporan LSM tersebut,diduga meminta uang ke sejumlah kepsek hingga berujung kasus pemerasaan.

Kendati begitu, saat ini para kepala sekolah itu telah kembali bertugas karena pengunduran diri mereka ditolak oleh Dinas Pendidikan setempat.

Load More