SuaraBatam.id - Situs Bukit Kerang dan Rumah Melayu di Kabupaten Bintan saat ini telah ditetapkan Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad sebagai cagar budaya yang harus dilindungi.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kepri Luki Zaiman Prawira di Tanjungpinang, Rabu, mengatakan Situs Bukit Kerang di kawasan Kawal, Kecamatan Gunung Kijang dan Rumah Melayu di Desa Berakit, Kecamatan Telok Senong menambah destinasi wisata di Bintan.
Kedua cagar budaya itu, katanya, menjadi objek wisata yang akan dipromosikan secara luas.
"Situs Bukit Kerang memiliki jejak sejarah panjang, begitu pula Rumah Melayu yang usianya lebih seabad pasti menarik perhatian wisatawan domestik maupun internasional," katanya, dilansir dari Antara.
Kepala Dinas Pariwisata Bintan Arif Sumarsono mengatakan Gubernur Kepri menetapkan Situs Bukit Kerang dan Rumah Melayu sebagai cagar budaya pada 2 September 2022.
Surat keputusan gubernur itu menindaklanjuti surat keputusan Bupati Bintan yang menetapkan kedua objek wisata itu sebagai cagar budaya pada tahun 2017.
"Situs Bukit Kerang dan Rumah Melayu belum terlalu dikenal masyarakat di luar Pulau Bintan sehingga kami akan mempromosikannya agar menarik kunjungan wisatawan domestik dan wisman," ujarnya.
Situs Bukit Kerang berada di areal perkebunan kelapa sawit milik PT Tirta Madu di wilayah Kawal Darat, Kecamatan Gunung Kijang Bintan dan berjarak sekitar lima kilometer ke arah garis pantai. Bukit Kerang (Kjokkenmoddinger) merupakan sebuah bukit yang terbentuk dari tumpukan sisa cangkang atau kulit moluska yang hidup di air payau dan muara yang berlumpur, yang dikonsumsi masyarakat pesisir sejak dahulu hingga sekarang.
Selain itu, beberapa artefak juga ditemukan di sekitar situs itu seperti alat cungkil bahan tulang, alat dari cangkang kerang, batu pukul, kapak genggam serta serpihan tulang tengkorak.
Baca Juga:Tour de Bintan Langkah Awal Pulihkan Pariwisata Dampak Pandemi Covid-19
Rumah Melayu yang juga dikenal sebagai Rumah Tua berjarak sekitar 100 meter dari Pos AL di Desa Berakit masih dihuni oleh Ali Wardana (40), yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan tradisional. Rumah berbentuk limas itu yang dibangun Haji Jalil dan putranya bernama Haji Akob tahun 1908, dan mulai dihuni tahun 1911.
Haji Jalil merupakan buyut dari Ali Wardana, namun rumah itu diwariskan kepada Hanawati, sepupu dari Ali Wardana.
"Warisan diberikan kepada anak perempuan bukan karena adat, melainkan anak perempuan lebih dekat dengan ayah dan ibunya, sedangkan anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja," kata Ali.
Rumah panggung itu tidak pernah diubah bentuknya. Bahkan kayu kapur dan merbau yang dijadikan pondasi rumah tidak pernah diganti. [antara]