SuaraBatam.id - Sejumlah Nelayan di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau mengeluhkan kenaikan BBM. Mereka bahkan memilih untuk tidak melaut karena kenaikan BBM begitu memberatkan.
Apalagi kata mereka, BBM subsidi yang diberikan juga tak cukup untuk sekali melaut. Sehingga mereka jadi ketar-ketir tak dapat menafkahi keluarga mereka.
Di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing misalnya, banyak kapal-kapal nelayan yang masih tertambat atau pilih tak melaut.
"Banyak kawan-kawan yang tak pergi melaut. Karena harga BBM tidak dapat ditutupi dengan hasil tangkapan," kata Zulnaidi dari Kelompok Nelayan Kelurahan Teluk Uma, Senin (5/9/2022), dilansir dari Batamnews--jaringan suara.com.
Baca Juga:Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM di Pekanbaru: Turunkan BBM, Jangan Lupa Sambo
Harga BBM dikatakannya tidak sebanding dengan hasil tangkapan atau harga jual ke pengepul atau toke.
"Bagaimana, harga jual ikan ke toke masih sama, tidak naik. Sementara, untuk minyak saja sudah memberatkan," ujar Zul.
Ada ratusan nelayan yang berada di Kelompok Nelayan tersebut. Bahkan juga terbagi menjadi beberapa bagian, baik nelayan besar maupun kecil.
Dampak kenaikan itu dirasakan nelayan yang menggunakan BBM jenis solar maupun jenis petalite. Biasanya harga satu galon solar Rp 154.500, harga itu juga setelah mendapat rekomendasi untuk subsidi.
Namun, lantaran tidak ada subsidi, sekarang belayan harus merogoh kocek Rp 350.000 sampai 400.000 untuk minyak non subsidi.
Baca Juga:Tolak Kenaikan Harga BBM, Buruh Geruduk DPRD Sukoharjo: BBM Mundak, Gaji Ra Mundak
Kemudian, untuk jenis pertalite sebelum kenaikan BBM, untuk 30 liter pertalite yang sudah dicampur dengan oli, harganya Rp 320.000. Saat ini harganya Rp 390.000.
"Kami meminta pada pemerintah, baik Dinas Perikanan atau Bapak Bupati, agar dapat memberikan perhatian agar nelayan-nelayan di Karimun tidak diberatkan dengan BBM," ujarnya.