Scroll untuk membaca artikel
Eliza Gusmeri
Selasa, 23 Juli 2024 | 10:40 WIB
Warga keturunan Tionghoa di Kelurahan Bali, Kota Batam, menggelar ritual bakar tongkang di Cetya Upho Sukadarma [antara]

SuaraBatam.id - Warga keturunan Tionghoa di Kelurahan Bali, Kota Batam, menggelar ritual bakar tongkang di Cetya Upho Sukadarma sebagai bentuk syukur dan perayaan hari lahir Dewa Perang Kie Hu Ong Ya. Ketua Panitia Bakar Tongkang, Hendra Asman, menyebut ini adalah kali ke-25 ritual tersebut digelar.

Ritual bakar tongkang di Batam berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 20 hingga 22 Juli, yang bertepatan dengan tanggal 15, 16, dan 17 bulan keenam dalam kalender Imlek. Hendra menjelaskan, acara dimulai dengan pawai dan diakhiri dengan pembakaran tongkang pada petang hari.

"Kami menggelar pawai di hari pertama, dan pada petang hari setelah adzan magrib, tradisi bakar tongkang dimulai. Selain warga Tionghoa, acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintah Kota Batam dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau," ujar Hendra.

Ritual diawali dengan sembahyang di hadapan tongkang yang kemudian dibawa ke tempat pembakaran. Tongkang, yang merupakan replika kapal Tiongkok berwarna merah dan kuning, diisi dengan berbagai benda persembahan seperti beras dan jam dinding sebagai wujud syukur.

Baca Juga: Pekerja Kapal Tugboat di Batam Jatuh ke Laut, Upaya Pencarian Terus Dilakukan

Herman, salah satu peserta, menjelaskan bahwa tradisi ini sebenarnya berasal dari Bagansiapiapi di Provinsi Riau, namun di Batam digelar pada bulan keenam untuk merayakan ulang tahun Dewa Kie Hu Ong Ya sesuai protokol Cetya Upho Sukadarma.

"Di Bagansiapiapi, tradisi ini dilakukan pada bulan kelima, tetapi di Batam kami menggelarnya di bulan keenam sesuai dengan hari ulang tahun Dewa Kie Hu Ong Ya," kata Herman.

Rudi, Ketua Yayasan Cetya Upho Sekidarma, menjelaskan bahwa tradisi bakar tongkang bermula dari kisah para perantau marga Ang dari Tiongkok yang mencari kehidupan lebih baik pada tahun 1880. Setelah mendapatkan petunjuk dari kunang-kunang, mereka tiba di Bagansiapiapi dan menetap di sana.

"Nama Bagansiapiapi berasal dari banyaknya kunang-kunang di daerah tersebut. Para perantau mengikuti cahaya kunang-kunang hingga tiba di Bagan," jelas Rudi.

Ritual ini juga menjadi agenda daerah untuk menarik wisatawan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Ardi Winata, menyebut bahwa tahun 2024, Batam menargetkan kunjungan 3 juta wisatawan, dengan 500 ribu wisatawan sudah tercapai dalam empat bulan pertama.

Baca Juga: Sebanyak 300 Ahli Hukum Kesehatan Dunia Kumpul di Batam, Ada Apa?

"Selama empat bulan 2024 ini, wisatawan ke Kota Batam terus meningkat. Kami optimistis mencapai target kunjungan wisatawan," kata Ardi.

Ritual bakar tongkang di Batam bukan hanya bentuk pelestarian budaya tetapi juga upaya meningkatkan pariwisata kota tersebut.

Load More