Scroll untuk membaca artikel
Eliza Gusmeri
Sabtu, 29 Januari 2022 | 12:06 WIB
Siswa SPN Dirgantara dirantai dan diborgol. (Foto: ist/Batamnews)

SuaraBatam.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengutuk praktik kekerasan terhadap siswa SPN Dirgantara Batam.

Kasus tersebut menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu telah disampaikan kepada Menteri Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, pada 14 Januari 2022 lalu.

"Kasus kekerasan di SPN Dirgantara Batam ini termasuk dalam 107 permohonan dari korban, pelapor maupun saksi terkait dugaan tindak pidana di lingkungan pendidikan," kata Edwin melansir Batamnews, Sabtu (29/1/2022) pagi.

Ia merinci, dari 107 permohonan itu sebesar 63 persen adalah kekerasan seksual dan 37 persen kekerasan fisik berupa penganiayaan.

Baca Juga: Sambangi Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, LPSK Simpulkan Ada Penahanan Ilegal

Ia juga menyampaikan hasil pertemuan LPSK dengan Dinas Pendidikan Kepri kepada Menteri Nadiem yang isinya mendorong penutupan SPN Dirgantara Batam.

"Saat pertemuan dengan Disdik Kepulauan Riau, langkah awal penutupan adalah dengan melarang SPN Dirgantara Batam menerima siswa baru pada tahun ini," kata Edwin.

Sementara, siswa yang naik kelas 2 dan kelas 3 bisa dialihkan pendidikannya ke sekolah lain.

"Tinggal bagaimana Disdik setempat mengatur (pemindahan siswa SPN Dirgantara ke sekolah lain," imbuhnya.

Praktik kekerasan di sekolah juga rentan terjadi di daerah lain. Dari temuan LPSK, ada sekolah yang juga menerapkan pola pendidikan mirip di SPN Dirgantara Batam.

Baca Juga: Pesan LPSK Ke Para Korban Pinjol: Jangan Takut Melapor Ke Polisi Dan Minta Perlindungan

Baca: Pendidikan Militer 'Kaleng-kaleng' SPN Dirgantara Dinilai Aneh oleh LPSK

Kemiripan terlihat dari keberadaan 'sel tahanan' bagi siswa di lingkungan pendidikan. Namun demikian, Edwin tidak bersedia menyebutkan keberadaan sekolah tersebut.

Kekerasan terhadap siswa, baik fisik maupun psikis, menunjukkan ada PR besar di dunia pendidikan.

"Ini harus ditangani secara serius. Ada tiga hal yakni perundungan, kekerasan, dan munculnya bibit intoleransi," tegasnya.

Ia berharap proses hukum terhadap Aiptu Erwin Depari pembina SPN Dirgantara Batam bisa memberikan keadilan bagi para korban, sekaligus mengakhiri praktik kekerasan di dunia pendidikan.

Load More