
SuaraBatam.id - Tidak butuh waktu lama bagi Taliban untuk menduduki Kabul, pada Minggu (15/8/2021). Hanya 10 hari setelah pasukan asing yang dipimpin militer AS pergi dari negara itu.
Tidak hanya faktor penarikan militer asing, Taliban juga sangat teppat dalam memanfaatkan momentum lemahnya pasukan militer pemerintah Afghanistan.
Taliban berhasil mencuri perhatian dunia dengan cara mereka yang keras dalam memberantas korupsi, membatasi pelanggaran hukum, dan membuat jalanan di bawah kendali mereka.
Meski demikian, Taliban juga melarang warga untuk menonton televisi, musik hingga bioskop. Taliban juga melarang anak perempuan berusia 10 tahun lebih ke sekolah, dan memaksa perempuan mengenakan burka.
Taliban sebelumnya sempat jatuh usai militer Amerika melakukan invasi ke Afghanistan pasca tragedi 9/11 di World Trade Center. Taliban dituduh melindungi pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, yang disebut sebagai pelaku utama teror.
Melansir Batamnews --jaringan Suara.com, Pusat Pemberantasan Terorisme AS memperkirakan, kekuatan inti kelompok Taliban berjumlah 60.000 orang.
Namun, Taliban juga memiliki tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya sehingga jumlah mereka bisa melebihi 200.000 personel.
Namun, Taliban nampaknya kini lebih 'terbuka' usai mengklaim membuka hubungan bilateral dan menegakkan syariah versi mereka namun tidak sekeras sebelumnya.
Meski dikenal sebagai salah satu pasukan yang menegakkan hukum syariah Islam yang ketat dan memiliki kekuatan militer yang kuat, kenapa Taliban tidak membantu Palestina yang sama-sama mayoritas Islam dan terancam diduduki Israel?
Baca Juga: Indonesia Jangan Buru-buru Akui Pemerintahan Taliban di Afghanistan
Eli Berman dalam tulisannya berjudul Hamas, Taliban, and The Jewish Underground: An Economists' View of Radical menyebut, Taliban dan Hamas memiliki batasan masing-masing.
Makalah yang dirilis oleh National Bureau of Economic Research di Cambridge itu menjelaskan, antara kelompok Hamas dengan Taliban memiliki sejarah dan dasar teologi yang berbeda.
"Keduanya berkembang menjadi milisi yang memproduksi barang publik lokal dengan menggunakan kekerasan. Kesamaan ini bukan tanpa batasan," sebutnya dalam makalah itu.
"Satu perbedaan adalah Hamas memandang sebagian besar orang Palestina sebagai anggota potensial, sedangkan Taliban tampaknya melihat mayoritas orang Afghanistan sebagai yang harus ditaklukkan," tulisnya.
Masalah di Palestina semata-mata tidak hanya menghadirkan perselisihan antara Palestina dan Israel. Di dalam negeri, kelompok Hamas juga berselisih dengan Fatah.
PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) khususnya dari faksi Fatah, menjalani rivalitas dengan Hamas dalam merebut simpatik rakyat Palestina.
Berita Terkait
-
AS Cabut dari Afghanistan, Giliran China Masuk
-
Mantan Narapidana Abdul Ghani Baradar Bakal Pimpin Emirat Islam Afganistan
-
Konflik Afghanistan, WHO Ingatkan Layanan Kesehatan Harus Tetap Berjalan
-
Mantan Presiden Uni Soviet: Invasi Militer AS dan NATO Sudah Gagal Sejak Awal
-
Hindari Propaganda, Facebook dan Jajarannya Blokir Konten Taliban
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 3 Pemain Timnas Indonesia U-23 yang Perlu Diparkir saat Lawan Malaysia
- Pemain Keturunan Rp225 Miliar Tolak Gabung Timnas Indonesia, Publik: Keluarga Lo Bakal Dihujat
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
Pilihan
-
FULL TIME! Timnas Indonesia U-23 ke Semifinal, Malaysia Tersingkir
-
Spanduk-spanduk Dukungan Suporter Timnas U-23: Lari Ipin Lari Ada King Indo
-
Statistik Babak Pertama Timnas Indonesia U-23: Penyelesaian Akhir Lemah!
-
Hasil Babak Pertama Timnas Indonesia U-23 vs Malaysia
-
Cahya Supriadi Tampil, Ini Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-23 vs Malaysia
Terkini
-
Pinjol Ilegal Hantui Desa, BRI Siapkan Jurus Pamungkas Lewat Koperasi Merah Putih
-
Dividen Menggiurkan, Saham BBRI Jadi Primadona Setelah Program Kopdes Merah Putih Diluncurkan
-
BRI Ingatkan Nasabah Waspadai Phishing Demi Keamanan Transaksi Digital
-
BRImo SIP Padel League 2025: BRI Ajak Generasi Muda Aktif dan Terkoneksi
-
Apresiasi BRILiaN Way, Danantara: Transformasi Culture Perkuat Posisi BRI di Asia Tenggara