
SuaraBatam.id - Mobil listrik Tesla, dengan teknologi tenaga bukan minyak bumi serta memiliki fitur autopilot. Jelas keren, bukan? Nah, di antara serunya mobil listrik dengan fasilitas bila menyetir sendiri alias swakemudi itu, terselip nama seorang perempuan asal Indonesia. Moorissa Tjokro.
Padahal, jangankan di Indonesia. Di Amerika Serikat saja, statistik perempuan yang bekerja di bidang teknik masih kalah jauh dibandingkan para lelaki. Bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika atau disingkat STEM saat ini menempati 28 persen atau bisa disebutkan bahwa kesenjangan gender sangat tinggi.
Dikutip kanal otomotif Suara.com, jejaring SuaraBatam.id, dari Voice of America (VOA) tentang diaspora warga Tanah Air di Negeri Paman Sam, Moorissa Tjokro bekerja sejak 2018 di Tesla Incorporation. Ia adalah satu dari enam insinyur perempuan di bidang software autopilot dari 110 insinyur di bidang ini, dalam lingkungan Tesla.
"Sebagai autopilot software engineer, bidang kerja saya mencakup computer vision: bagaimana cara mobil "melihat" dan mendeteksi lingkungan di sekitar kita. Apakah ada mobil di depan kita, tempat sampah di kanan kita, juga cara bergerak atau control and behaviour planning untuk ke kanan, ke kiri, manuevre in certain way, closing the loop, evaluation and simulation. Jadi menghitung risiko dan semuanya mesti seaman mungkin," papar Moorissa Tjokro dalam wawancara dengan VOA yang disiarkan VOA Gondangdia.
![Moorissa Tjokro dan rekan-rekan kerjanya di Tesla Incorporation [Dok Moorissa Tjokro via VOA].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/12/21/99857-moorissa-tjokro.jpg)
"Lalu tugas sehari-hari membuat tooling, diteruskan model, penerapan, testing, dan terus meningkatkan performa," lanjutnya tentang tugas sebagai autopilot software engineer.
"Kami ingin mobil bisa bekerja sendiri, terutama di tikungan, tidak hanya di jalan tol. Juga di jalan-jalan biasa. Sektor inilah yang tersulit. Karena itu saya sangat bangga, baik Amerika Serikat dan Eropa memberi rating Tesla sebagai mobil teraman di dunia," tukas Moorissa Tjokro.
Untuk mewujudkan sistem autopilot Tesla seperti yang kini bisa dinikmati para konsumen, seluruh tim tekun bekerja. Sebagai gambaran, bekerja pukul 10.00 pagi sampai menjelang tengah malam, atau durasi 60 - 70 jam satu minggu itu sangat normal di lingkungan kerja Moorissa Tjokro.
"Saya belum pernah berinteraksi langsung dengan Elon Musk, tetapi banyak pekerjaan kami dipresentasikan ke beliau," ungkap perempuan berusia 26 tahun ini saat ditanya VOA tentang jumpa dengan Chief Executive Officer (CEO) Tesla Incorporation.
Salah satu hal yang bisa membuat "iri" pada automotive goers khususnya peminat produk mobil listrik adalah: sebagai pegawai Tesla Incorporation, Moorissa Tjokro memiliki kesempatan untuk menggunakan kendaraan produksi terbaru. Selain digunakan dalam aktivitas keseharian, tentu saja melakukan pengetesan.
Baca Juga: Hiks, Mobil Listrik Model S dan X Kurang Laku, Tesla Tutup Warung Sebentar
Dan uniknya, bila melongok kembali awal Moorissa Tjokro bekerja di Tesla adalah berangkat dari kawannya.
"Dua tahun lalu teman saya intership di Tesla, dan menyertakan CV saya. Dari situ saya dikontak langsung, melalui proses wawancara, sampai kini bekerja," tukasnya.
Lantas, soal siapakah yang paling berpengaruh dalam membuatnya suka dengan dunia automotive engineering khusunya software autopilot engineering, tanpa ragu Moorissa Tjokro menyebut sosok ini.
"Sebenarnya yang membuat benar-benar tertarik untuk ke dunia ini adalah ayah. Dia seorang insinyur elektrik dan entrepreneur, dan saya bisa melihat teknik-teknik dalam dunia engineering sangat fun, penuh tantangan, dan saya suka," pungkasnya.
Biodata singkat Moorissa Tjokro
- 2011: Beasiswa Wilson and Shannon Technology untuk kuliah di Seattle Central College (usia 16), setelah lulus SMA Pelita Harapan
- 2012: Associate Degree atau D3 di bidang sains, kuliah S1 jurusan Teknik Industri dan Statistik, di Georgia Institute of Technology di Atlanta, President’s Undergraduate Research Award dan nominasi Helen Grenga untuk insinyur perempuan terbaik di Georgia Tech. Lulus di usia 19, predikat salah satu lulusan termuda dan Summa Cum Laude
- 2014: bekerja di perusahaan pemasaran dan periklanan, MarkeTeam di Atlanta
- 2016: S2 jurusan Data Science di Columbia University, di New York, prestasi juara 1 di ajang Columbia Annual Data Science Hackathon dan juara 1 di ajang Columbia Impact Hackacton
- 2018: Tesla Incorporation
Berita Terkait
-
BYD Jamin Ganti Rugi Parkir Otomatis Saat Teknologi Otonom Tesla Banyak Alami Kecelakaan
-
Alasan Starlink Stop Layanan Internet di Indonesia
-
Profil dan Kekayaan Linda Yaccarino, Mundur dari CEO X Usai 2 Tahun Bekerja di Bawah Elon Musk
-
Robotaxi Tesla Alami Kecelakaan Perdana, Gagal Deteksi Mobil yang Sedang Parkir
-
Harta Elon Musk Tergerus Rp 193 Triliun Gara-gara Berseteru dengan Trump
Terpopuler
- Ayah Brandon Scheunemann: Saya Rela Dipenjara asal Indonesia ke Piala Dunia
- Di Luar Prediksi! 2 Pemain Timnas Indonesia Susul Jay Idzes di Liga Italia
- Berbalik 180 Derajat, Mantan Rektor UGM Sofian Effendi Cabut Pernyataan Soal Ijazah Jokowi
- 5 Rekomendasi HP Vivo RAM 8 GB Harga di Bawah Rp 2 Jutaan, Baterai Jumbo 6000 mAh!
- Harga Rp90 Jutaan! Cocok untuk yang Bosan sama Brio: Mobil Bekas dari Volkswagen Ini Bisa Jadi Opsi
Pilihan
-
Saham COIN Andrew Hidayat Meroket 337 Persen dalam Sekejap, Bikin Heboh Pasar!
-
2 Pemain Keturunan Resmi Sepakat Gabung Timnas Indonesia
-
Bakal Dampingi Prabowo Hadiri Kongres PSI di Solo, Gibran: Sekarang Kerja Dulu
-
RI Cari Celah! CPO, Kopi, Hingga Nikel Bisa Dapat Tarif 0 Persen di AS
-
Kinerja Bisnis Meroket di Triwulan II 2025, BI Ungkap Sektor Ini Jadi Motor Penggerak!
Terkini
-
BRImo SIP Padel League 2025: BRI Ajak Generasi Muda Aktif dan Terkoneksi
-
Apresiasi BRILiaN Way, Danantara: Transformasi Culture Perkuat Posisi BRI di Asia Tenggara
-
BRI Dukung Tim LKG Indonesia Berlaga di Gothia Cup, Piala Dunia Remaja
-
BRILiaN Way, Transformasi Culture Menuju One of The Most Profitable Bank in Southeast Asia
-
Saham BBRI Makin Diminati Investor Global